Hati-Hati pada Jebakan Sistem Algoritma saat Bermedsos
SERAMBINUSANTARA.com, Lampung – Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Lampung Dr H Puji Raharjo mengingatkan masyarakat terkait sebuah sistem yang digunakan dalam internet yang disebut sebagai sistem algoritma. Sistem ini bisa menjadikan seseorang seperti katak di dalam tempurung.
Sistem algoritma menjadikan seseorang terjebak dalam satu pola yang diatur internet pada satu sumber yang memiliki kesamaan. Algoritma akan mendeteksi kecenderungan seseorang dalam mengakses konten-konten internet dan menyuguhkan hal-hal yang serupa.
“Rumus di algoritma media sosial itu, jika kita mengklik dan punya kecenderungan pada satu tema tertentu, (misalnya konten video), maka internet akan menyuguhkan tema-tema serupa,” ungkapnya saat berbicara pada Sarasehan Kebangsaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Pringsewu yang digelar di Hotel Urban, Pringsewu, Lampung, Kamis (14/9/2023).
Jadi jelasnya, apa yang ada di akun media sosial satu orang dengan orang lain akan berbeda sesuai dengan tema, kecenderungan, ataupun ketertarikan seseorang terhadap sebuah konten. Oleh karenanya, ia mengingatkan agar masyarakat pengguna internet tidak terjebak dengan pola dan sistem algoritma dan segera berganti untuk membuka cakrawala di internet yang sangat luas.
“Kita tidak boleh terkungkung dengan satu konten saja di internet atau media sosial. Kita harus mencari hal-hal lain yang bisa memperluas pandangan kita khususnya dalam beragama,” harap pria yang menjadi pemerhati perkembangan media sosial ini.
Oleh karena itu, umat Islam yang berwawasan moderat juga harus terus memperkuat konten-konten yang menarik dan menyejukkan di media sosial dengan cara-cara yang kreatif sesuai dengan ‘keinginan pasar’. Di antaranya mereproduksi konten pengajian menyesuaikan platform-platform yang sedang tren di media sosial.
Ia mencontohkan satu pengajian bisa diolah ulang menjadi banyak konten dengan berbagai tema yang menarik sehingga akan lebih mewarnai media sosial. Dengan langkah ini, ia nilai, permasalahan keagamaan yang dihadapi di era digital saat ini bisa dikurangi dampak negatifnya.
Ia pun menyebut tiga tantangan dalam kehidupan keagamaan di era digital saat ini yakni berkembangnya cara pandang, sikap, dan praktik beragama secara berlebihan yang mengesampingkan martabat kemanusiaan, berkembangnya klaim kebenaran subjektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama serta pengaruh kepentingan ekonomi dan politik yang bisa memicu konflik, berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI.
Perkembangan teknologi informasi khususnya media sosial yang cepat ini menurutnya telah menjadi faktor berubahnya pola pikir, sikap, dan prilaku beragama di masyarakat modern saat ini. Terlebih survei menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia merupakan pengguna medsos paling aktif di dunia.
“Celakanya, di media sosial banyak beredar informasi keagamaan yang cenderung memecah belah dan mengklaim bahwa merekalah satu-satunya pemilik kebenaran. Dan mereka yang paling aktif di media sosial,” kata Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Lampung ini.
Sarasehan bertema Moderasi Beragama dalam Berpolitik dan Berbangsa menghadirkan juga pemateri dari Densus 88 Satgaswil Lampung, Kompol Sumarna, dan seorang Napiter dari Jamaah Islamiyah dan militant ISIS yang mengisahkan bagaimana ia terpengaruh paham radikal-teroris melalui internet.
Editor: Ahmad Fahir
Sumber: NU Online