Abuya Munfasir Padarincang Miliki Pesantren Tanpa Nama

SERAMBINUSANTARA.com, Serang – KH Munfasir hafizahullah (Abuya Munfasir) adalah seorang kiai atau ulama kharismatik yang berasal dari Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Ia memiliki sebuah pesantren yang tanpa nama terletak di kaki bukit Padarincang.

Pada saat memasuki area Pondok Pesantren binaan Abuya Munfasir ini, tak tampak papan nama atau identitas nama pesantren, hanya terlihat tulisan-tulisan nasihat dan pengumuman agar pengunjung tidak mengaktifkan HP saat memasuki masjid dan tempat khusus lainnya.

Menurut info dari berbagai sumber, saat muda Abuya merupakan seorang dosen Institut Agama Islam Negeri di kota Cirebon.

Saat mendapatkan ilham ia hijrah kembali ke Padarincang, menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah dan membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya disumbangkan.

Abuya Munfasir menerapkan beberapa syarat untuk dapat mondok dan menuntut ilmu di tempatnya. Salah satunya dengan tidak diperbolehkan membawa apapun. Hanya baju yang melekat dibadan saja yang diperbolehkan untuk di bawa ke pondoknya.

Pondok pesantren yang diasuh Abuya Munfasir di daerah Padarincang, Kabupaten Serang, Banten

Selain itu, Abuya Munfasir juga memberikan syarat untuk siapa saja yang ingin menuntut ilmu dengan beliau, diharuskan untuk ditest agar sanggup berpuasa selama 40 hari sambil berbuka dan sahur hanya dengan 3 teguk air (tidak lebih).

Setelah melewati taraf pengetesan ini, Abuya Munfasir mengharuskan santri untuk berpuasa dengan umbi-umbian yang tidak dipebolehkan untuk di masak terkena api, pada taraf ini santri harus mengiringi puasanya dengan membaca Al Quran 10 juz perharinya.

Ketika semua sudah dilewati, sampailah kita pada syarat yang bisa di bilang syarat tertinggi yang diberikan oleh Abuya Munfasir, yaitu harus puasa mutih (berpuasa dengan hanya nasi putih dan garam). Dan berpuasa dari segala omongan (berdiam diri).

Ketika reporter media ini berdialog dengan santri yang sedang duduk berdiam merunduk di pelataran luar Masjid Pesantren, seorang santri tersebut menjawab dengan pelan hingga tak terdengar jelas oleh pendengaran.

Hal ini, boleh jadi karena sedang melakukan puasa dari segala omongan dan atau karena di masjid terdapat pengumuman agar tidak berisik.

Jadi jangan heran, ketika berkunjung ketempat beliau akan menemukan santri santri beliau yang tidak mengeluarkan ucapan tidak berguna sedikitpun.

Syarat yang di berikan Abuya Munfasir memang terlihat sangat berat, tapi Beliau memiliki pandangan sendiri untuk menjadikan sasantrinya memiliki hati yang bersih, salah satunya melalui jalan tarekat yang diberikan para guru-gurunya seperti Abuya Dimyati Cidahu.

Sumber: Jatman Online

Editor: Rusmana