Lima Langkah Mempertajam Mata Hati

Gus Hendro Diponegoro, Pengurus Idaroh Wustho Jatman Provinsi Lampung

Katakanlah, ‘Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah (argumentasi) yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik’”. (QS Yusuf : 108).

Ayat di atas merupakan ajakan untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya dengan berbasis hujjah, atau argumentasi. Sebuah ayat untuk menegaskan bahwa kehidupan keberagamaan seseorang harus dibangun berdasarkan argumentasi yang kuat, melalui ketajaman mata hati/basirah.

Semakin luas dan tajam basirah seseorang, semakin serius pula amaliah dan praktik keberagamaannya. Keikhlasan dan keistikamahan akan lahir dengan sendirinya. Dalam ayat di atas, Allah mendampingkan proses kewajiban dakwah dengan basirah sebagai sebuah kewajiban syari yang dituntut oleh Islam.

Ibnu Katsir mengidentifikasi basirah sebagai sebuah keyakinan yang berlandaskan argumentasi syari dan aqli yang kokoh, serta tidak taklid buta. Menurut Syaukani, basirah adalah pengetahuan yang mampu memilah yang hak dari yang batil, benar dari salah, dan begitu seterusnya.

Untuk mendapati ketajaman basirah, banyak amaliah yang harus dipenuhi. Hemat penulis setidaknya ada lima langkah yang patut diperhatikan, sebagai tahapan dan anak tangga untuk mengasah ketajaman hati.

Pertama, adanya sebuah kesadaran niat yang benar. Karena, niat yang salah akan turut mempengaruhi kinerja dan mengakibatkan kerja yang asal-asalan. Terlebih, ibadah dan amaliah ketaatan cenderung naik turun. Inilah rahasianya mengapa setiap amal dalam Islam harus didasari niat yang benar dan tulus karena Allah.

Kedua, untuk menajamkan basirah, mutlak seseorang harus tobat secara sungguh-sungguh. (QS At-Tahrim : 8).

Ketiga, menyisihkan hasrat dunia dengan tak tebersit untuk menabung banyak dosa dan maksiat. (QS Al-Hujurat : 11).

Keempat, serius menjaga amalan wajib dan menghidupkan yang sunnah (QS Thoha : 90).

Kelima, menghidupkan waktu terutama di malam hari dengan banyak berzikir kepada Allah SWT dan bermuhasabah, yakni merenung akan berbagai kesalahan dan dosa yang telah diperbuat. Siang banyak berbuat kebajikan dan malam tidak dihabiskan dengan tidur.

Sesungguhnya, mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat dengan ihsan. Di dunia, mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam. Dan, selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar”. (QS Adz-Dzariyat: 16-18). ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *