Habib Ali Kwitang Memproklamasikan Diri sebagai NU Tahun 1933

Seorang tokoh karismatik di Batavia (Jakarta) pada abad 20, Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi, atau dikenal dengan nama Habib Ali Kwitang (lahir di Jakarta, 20 April 1870) pernah memproklamasikan diri sebagai warga NU. Ia menyatakan hal itu pada tahun 1933 disaksikan salah seorang pendiri dan pemimpin NU, KH Abdul Wahab Chasbullah.

Peristiwa Habib Ali Kwitang itu disaksikan oleh 800 ulama dan 1000 orang warga umum DKI Jakarta. Mereka juga turut serta dengan pengakuan Habib Ali Kwitang, menjadi warga NU. Peristiwa tersebut diabadikan oleh koran Belanda, Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië edisi 20 Maret 1933.

Sebetulnya, sebelum Habib Ali Kwitang memproklamasikan diri sebagai Nahdliyin, pada tahun 1928, NU sudah berdiri di Jakarta yang dipimpin KH Ahmad Marzuki bin Mirshod yang dikenal dengan panggilan Guru Marzuki. Guru Marzuki mendirikan NU atas izin gurunya, yang tak lain adalah Habib Ali Kwitang sendiri setelah melakukan penelitian di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.

Habib Ali Kwitang Berpidato di Muktamar Ke-7 NU di Bandung

Habib Ali Kwitang merupakan salah seorang tokoh yang hadir pada Muktamar NU ketujuh di Bandung pada tahun 1932. Muktamar NU Bandung berlangsung pada tanggal 12 sampai 16 Rabiul Tsani 1351 H bertepatan dengan 15 sampai dengan 19 Agustus 1932 M. Muktamar itu diakhiri dengan openbaar (rapat umum) yang berlangsung di masjid Jami Kota Bandung.

Pada rapat umum itu, Masjid Jami Kota Bandung dihadiri sepuluh ribu kaum Muslimin yang hadir dari kota-kota terdekat sekitar Jawa Barat, para peserta muktamar dari berbagai daerah di Indonesia, para pengurus Hoofd Bestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO, sekarang PBNU).

Menurut laporan muktamar tahun itu, hadir 197 ulama dan 210 pengiringnya dan tamu lain-lain dari 83 daerah di Indonesia. Para ulama itu itu menyelesaikan beberapa persoalan yang diajukan jauh-jauh hari dari berbagai cabang. Mereka berhasil menyelesaikan persoalan nomor satu hingga 12 secara berurutan. Kemudian mereka membahas langsung nomor 23 oleh karena sangat urgen segera diselesaikan.

NU DKI Jakarta Tidak Berkembang

Meskipun Habib Ali mengizinkan NU berdiri di Jakarta, tapi sayangnya tak berkembang dengan baik. Pasalnya, Habib Ali Kwitang tak mau terlibat lebih dalam di NU dengan mencantumkan namanya di kepengurusan. Ia hanya mengizinkan dan mengikuti acara besar NU seperti muktamar.

Menurut Anto Jibril, seorang kolektor arsip Habib Ali Kwitang, saat mengisi acara Kajian Manuskrip Ulama Nusantara di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, Sabtu (27/4/2019), Habib Ali tak mau mencatatkan diri sebagai pengurus NU karena ia memegang fatwa gurunya, Habib Utsman yang memintanya untuk tidak mencantumkan diri di organisasi apa pun. Ini menjadi keresahan Guru Marzuki. Tak banyak ulama dan kiai yang berminat. Juga masyarakat umum. Maka, suatu ketika, Guru Marzuki berkata kepada Habib Ali Kwitang.

“Ya Habib, engkau yang menyuruh aku mendirikan NU di DKI Jakarta, tapi engkau tak mau ikut di dalamnya,” begitu kira-kira pernyataan yang bernada permintaan dari Guru Marzuki.

Dari situlah, maka terjadi peristiwa Habib Ali Kwitang memproklamasikan dirinya sebagai warga NU secara terbuka di hadapan 800 ulama dan 1000 warga Jakarta.

Mereka ikut keputusan Habib Ali. Salah seorang di antaranya adalah Habib Salim Jindan. Menurut Anto Jibril, peristiwa itu tersebut menjadi perhatian media massa pada zamannya, termasuk koran Belanda tersebut.

Dua bulan setelah peristiwa itu, DKI Jakarta menjadi tuan rumah muktamar NU kedelapan, yang berlangsung bulan Mei 1933 yang berlangsung di daerah Kramat. KH Abdul Wahab Chasbullah yang bertugas memimpin jalannya kongres tersebut, sementara Hadratussyekh berhalangan hadir. Setahun setelah muktamar itu, Guru Marzuki wafat.

Profil Singkat Habib Ali Kwitang

Habib Ali Kwitang hidup dalam rentang waktu 1870 M hingga 1968 M yang dikenal dengan pengajiannya di Majelis Taklim Kwitang. Majelis tersebut digelar setiap Ahad pagi. Biasanya setiap Ahad pagi Majelis Kwitang selalu dibanjiri ribuan jamaah, yang datang dari berbagai penjuru Kota Jakarta. Ia dikenal dekat dengan dengan para kiai Betawi dan Kiai NU, di antaranya adalah Menteri Agama KH Wahid Hasyim.

Konon beragam keputusan di kementerian agama, sering didiskusikan terlebih dahuli dengan Habib Ali Kwitang. Sebagian dari kiai Betawi adalah muridnya Habib Ali yang dianggapnya sebagai anak angkat. Ia mempersaudarakan para kiai Jakarta satu sama lain sehingga ukhuwah di kalangan mereka menjadi semakin rekat, selain jalur perkawinan.***

Sumber: NU Online

Editor: Ahmad Fahir

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *