Detik-detik Menjelang Wafatnya Tuanku Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
Jasadnya memang sudah terkubur sejak 881 tahun silam. Namun nama dan tauladan hidupnya tetap membekas kuat di kalangan umat Islam. Dialah Tuanku Syaikh Abdul Qadir al-Jailani qaddasallahu sirrahu, ulama sufi kelahiran Persia yang kemasyhurannya setingkat dunia.
Syaikh Abdul Qadir terkenal sebagai pribadi yang teguh dalam berprinsip, sang pencari sejati, dan penyuara kebenaran kepada siapapun, dan dengan risiko apapun. Usianya dihabiskan untuk menekuni jalan tasawuf, hingga ia mengalami pengalaman spiritual dahsyat yang mempengaruhi keseluruhan hidupnya. Jejak Syekh Abdul Qadir juga dijumpai dalam belasan karya orisinalnya.
Selain mewarisi banyak karya tulisan, Tuanku Syaikh Abdul Qadir meninggalkan beberapa buah nasehat menjelang kewafatannya. Akhir hayat Syaikh didahului dengan kondisi kesehatannya yang terus menurun. Kala itu putra-putranya menghampiri dan mengajukan sejumlah pertanyaan.
”Berilah aku wasiat, wahai ayahku. Apa yang harus aku kerjakan sepergian ayah nanti?” tanya putra sulungnya, Abdul Wahab.
”Engkau harus senantiasa bertaqwa kepada Allah. Jangan takut kepada siapapun, kecuali Allah. Setiap kebutuhan mintalah kepada-Nya. Jangan berpegang selain kepada tali-Nya. Carilah segalanya dari Allah,” jawab sang ayah.
”Aku diumpamakan seperti batang yang tanpa kulit,” sambung Syaikh Abdul Qadir. ”Menjauhlah kalian dari sisiku sebab yang bersamamu itu hanyalah tubuh lahiriah saja, sementara selain kalian, aku bersama dengan batinku.”
Putra lainnya, Abdul Azis, bertanya tentang keadaannya. ”Jangan bertanya tentang apapun dan siapapun kepadaku. Aku sedang kembali dalam ilmu Allah,” sahut Syaikh Abdul Qadir.
Ketika ditanya Abdul Jabar, putranya yang lain, ”Apakah yang dapat ayahanda rasakan dari tubuh ayahanda?” Syaikh Abdul Qadir menjawab, ”Seluruh anggota tubuhku terasa sakit kecuali hatiku. Bagaimana ia dapat sakit, sedang ia benar-benar bersama dengan Allah.”
”Mintalah tolong kepada Tuhan yang tiada tuhan yang wajib disembah kecuali Dia. Dialah Dzat yang hidup, tidak akan mati, tidak pernah takut karena kehilangannya.” Kematian pun segera menghampiri Syaikh Abdul Qadir.
Tuanku Syaikh Abdul Qadir al-Jainlani menghembuskan nafas terakhir di Baghdad, Sabtu bakda maghrib, 9 Rabiul Akhir 561 H atau 15 Januari 1166 M, pada usia 91 tahun. Dunia berduka atas kepulangannya, tapi generasi penerus hingga sekarang tetap setia melanjutkan ajaran dan perjuangannya. ***
Sumber: NU Online