Junjung Tinggi Toleransi, Sunan Kudus Larang Umat Kurban Sapi
Sejarah Singkat Wali Songo Penyebar Islam di Pulau Jawa, Bagian ke-3 dari 9 Tulisan
Wali Songo alias Wali Sembilan memiliki peran sangat vital dalam menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Keberhasilan Islamisasi Nusantara pada abad ke-15 – 16 Masehi banyak dipengaruhi oleh faktor Wali Songo. Sunan Kudus merupakan anggota Wali Songo, yang berjuang menyebarkan ajaran Islam di tanah Kudus, Jawa tengah.
Setiap Wali Songo memiliki tantangan tersendiri dalam menyebarkan ajaran Islam di daerahnya sesuai kondisi dan dinamika yang dihadapi masyarakat saat itu. Oleh karenanya, masing-masing wali tersebut memiliki cara khas dalam membumikan Islam di tengah masyarakat.
Sunan Kudus lahir pada 9 September 1400 M di Palestina, putra pasangan Sunan Ngudung alias Sayyid Utsman Haji dan Syarifah Dewi Rahil binti Sunan Bonang. Sunan Ngudung adalah putra Sultan di Palestina bernama Sayyid Fadhal Ali Murtazha, raja Pandita/Raden Santri yang berhijrah ke Jawa. Ia tercatat sebagai panglima perang Kesultanan Demak.
Nama kecilnya Ja’far Shadiq Azmatkhan, yang diambil dari nama buyutnya, Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husain bin Sayyidina Ali yang beristerikan Fatimah az-Zahra binti Muhammad SAW. Namanya diabadikan menjadi nama daerah, sebagai bentuk penghormatan warga atas jasanya dalam menyebarkan Islam di Kudus.
Sunan Kudus dikenal sebagai ahli tafsir, hadits, fiqih, tauhid serta mantiq alias logika. Oleh karenanya, ia mendapatkan gelar wali al-‘ilmi, yakni wali yang memiliki ilmu luas. Sunan Kudus banyak didatangi oleh para pencari ilmu dari lintas daerah Nusantara.
Sunan Kudus memiliiki hubungan yang kuat dengan Palestia. Selain dilahirkan di sana, ayah dan kakek buyutnya juga berasa dari Kota Suci tiga agama samawi (agama langit) tersebut. Tak heran bila masjid yang ia bangun di Desa Loran, Kudus, pada tahun 1549, diberi nama Masjid Al-Aqsa. Daerah di mana masjid ini didirkan diberi nama Kudus, yang diambil Al-Quds, sebuah kota di Palestina.
Sunan Kudus mengembangkan pendekatan kultural dalam berdakwah, ia selalu berusaha menghindari konfrontasi secara langsung,. ia menjunjung tinggi kepada umat Hindu yang saat itu dianut mayoritas warga Kudus, dengan cara melarang penyembelihan sapi saat Idul Adha, karena dalam agama Hindu sapi adalah binatang suci dan keramat.
Sunan Kudus selalu berusaha menjaga harmoni di tengah masyarakat. Oleh karena itu, ia membiarkan adat istiadat lama yang sulit diubah, dan mengubahnya secara bertahap. Ia juga merangkul masyarakat Budha dan penganut agama atau kepercayaan lainnya.
Sunan Kudus juga mengajarkan umat Islam tradisi berbagi daging korban Idul Adha kepada umat non Muslim. Umat non Muslim selalu mendapatkan perhatian saat pembagian daging kurban, sebagi cermin ajaran Islam rahmatan lil’alamin.
Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 M, berselang setahun setelah selesainya pembangunan Masjid Al-Aqsa, Kudus. Ia dimakamkan di areal Masjid Al-Aqsa. Setiap hari makam Sunan Kudus selalu ramai diziarahi masyarakat, yang datang dari berbagai penjuru Nusantara.
Ahmad Fahir