Syaichona Cholil Bangkalan, Guru Besar para Pendiri NU
Syaichona Cholil Bangkalan, Guru Besar para Pendiri NU
Siapa yang tidak mengenal nama Syaikh Muhammad Cholil Al-Bangkalani atau lebih populer dengan sebutan Syaichona Cholil Bangkalan? Para peziarah pasti mengenal nama ulama sohor asal Pulau Garam, Madura itu. Begitu pula kalangan pesantren sangat familiar dengan ulama yang satu ini.
Sebagian besar ulama Nusantara memiliki hubungan sanad keguruan kepada Syaichona Cholil Bangkalan. Karenanya, namanya begitu familiar. Bersama Syaikh Nawawi Al-Bantani, Mekah, namanya selalu disebut dan dijadikan rujukan dalam wacana pendidikan kepesantrenan di tanah air.
Hubungan bathin umat Islam di Pulau Jawa dengan Syaichona Cholil Bangkalan semakin menguat sejak 2009, menyusul beroperasinya Jembatan Suramadu yang menghubungkan daratan Pulau Jawa dengan Pulau Madura. Keberadaan Jembatan Suramadu memudahkan mobilitas orang dari Jawa ke Madura dan sebaliknya.
Sepanjang tahun, terutama pada momen hari besar Islam, warga Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, memiliki tradisi ziarah Wali Songo dengan rute menuju Cirebon, Demak, Tuban, Lamongan hingga Surabaya. Destinasinya biasanya hanya sembilan ulama Nusantara yang masuk dalam kelompok Wali Songo.
Namun pascadioperasikan Jembatan Suramadu, pada 2009, mobilitas kendaraan ke Madura sangat mudah dan waktu yang dibutuhkan lebih singkat, menghemat hingga beberapa jam. Rute ziarah Wali Songo pun berubah menjadi Ziarah Wali Songo – Madura, dengan memasukan makam Syaichona Cholil di Bangkalan sebagai salah satu tujuan.
Biasanya, rute ziarah Wali Songo – Madura memaukan makam para masyaikh NU di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, sebagai tujuan ziarah rute pulang menuju Jawa Barat via jalur selatan dan Tol Jawa.
Biografi Singkat Syaichona Cholil Bangkalan
Syaichona Cholil terlahir dari keluarga ulama. Ayahnya, KH Abdul Lathif, merupakan cicit Kanjeng Sunan Gunung Jati, Cirebon. Ayah Abdul Lathif adalah Kiai Hamim, putra dari Kiai Abdul Karim bin Kiai Muharram bin Kiai Asror Karomah bin Kiai Abdullah bin Sayyid Sulaiman Basyeiban. Sayyid Sulaiman merupakan cucu Sunan Gunung Jati.
Syaichona Cholil dididik dengan sangat ketat oleh ayahnya. Saat kecil ia memiliki keistimewaan yang haus akan ilmu, terutama ilmu fiqh dan nahwu. Bahkan ia sudah hafal dengan baik 1002 bait nadzam Alfiyah Ibnu Malik sejak usia muda.
Setelah dididik, KH Abdul Latof mengirim Syaichona Cholil kecil ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu. Mengawali pengembaraannya, ia belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan ia pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan.
Kemudian ke Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di Pondok Pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiai Nur Hasan yang menetap di Pondok Pesantren Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Di setiap perjalanannya dari Keboncandi ke Sidogiri, ia tak pernah lupa membaca Surat Yasin.
Sewaktu menjadi santri, Syaichona Cholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik. Disamping itu ia juga merupakan seorang hafidz Al-Quran dan mampu membaca Al-Qur’an dalam Qira’at Sab’ah.
Saat usianya mencapai 24 tahun setelah menikah, Mbah Kholil memutuskan untuk pergi ke Makkah. Utuk ongkos pelayaran bisa ia tutupi dari hasil tabungannya selama nyantri di Banyuwangi, sedangkan untuk makan selama pelayaran, konon Syaichona Cholil muda memilih berpuasa. Hal tersebut dilakukannya bukan dalam rangka menghemat uang, akan tetapi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah agar perjalanannya selamat.
Syaichona Cholil merupakan ulama besar yang melahirkan banyak ulama-ulama terkemuka nasional. Antara lain dua pendiri pendiri Nahdlatul Ulama asal Jombang, Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Chasbullah. Gagasan pendirian Nahdlatul Ulama berasal dari Syaichona Cholil Bangkalan, yang memberikan mandat secara khusus kepada KH Hayim Ay’ari agar membentuk wadah khusus bagi para ulama ahlussunnah waljamaah di Nusantara.
Dalam silsilah keguruan Thoriqoh Naqsabandyah (TQN) Suryalaya, Tasikmalaya, yang memiliki banyak majelis dan perwakilan di wilayah Jawa Barat, DKI, Banten bahkan hingga mencanegara, nama Syaichona Cholil tercatat sebagai guru dari Abah Sepuh Suryalaya, Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, ayah pangersa Abah Anom.
Shalawat Bani Hasyim yang banyak dibaca oleh para jamaah TQN Suryalaya tak lain sebagai ijazah dari Syaichona Cholil Bangkalan. Wallahu a’alam. ***
Ahmad Fahir