Pemkot – Pemkab Bogor Diharapkan Kolaborasi Bangun Museum Pajajaran
Pemkot – Pemkab Bogor Diharapkan Kolaborasi Bangun Museum Pajajaran
Kota dan Kabupaten Bogor, yang lahir dari rahim dan pergulatan sejarah yang sama, yakni Kerajaan Pakuan Pajajaran dengan maharajanya yang kesohor hingga seantero dunia, Sribaduga Maharaja Prabu Siliwangi, dinilai sudah saatnya memiliki sebuah museum budaya, untuk melestarikan warisan sejarah besar pada generasi milenial dan anak cucu.
Pemangku Dewan Adat Sunda Langgeng Wisesa, Ki Bambang Somantri kepada Serambi Nusantara di Bogor, Senin (14/12) mengatakan, sebagai kota pusaka yang memiliki peran sejarah yang membentang panjang nan gemilang, Kabupaten dan Kota Bogor sudah sewajarnya memiliki sebuah museum budaya dan sejarah.
Museum tersebut, lanjut Bambang, untuk menyimpan file-file, artefak dan berbagai warisan adiluhung karuhun Sunda yang selama ini berceceran di mana-mana, baik di berbagai instansi, komunitas maupun perorangan, di dalam maupun di luar negeri
“Kerajaan Pakuan Pajajaran adalah fakta sejarah, yang belum didokumentasikan dengan baik oleh Pemda Bogor. Ketiadaan museum budaya adalah bukti kalo Pemkot dan Pemkab Bogor belum menilai betapa pentingnya arti sejarah,” kata Bambang.
Menurut dia, sejarah dan budaya adalah dua faktor penting eksistensi sebuah masyarakat atau bangsa. Hilangnya jejak sejarah dan punahnya budaya pada gilirannya akan memunahkan peradaban suatu masyarakat.
Hemat Bambang, nama yang paling tepat untuk pendirian museum budaya adalah Museum Kerajaan Pakuan Pajajaran. Nama ini sangat khas dan kuat. Apalagi tonggak sejarah hari jadi Bogor diambil dari peristiwa penobatan Prabu Siliwangi sebagai maharaja Sunda di Pajajaran pada 3 Juni 1482.
Dalam berbagai forum budaya dan sejarah Sunda, tuntutan kehadiran museum Kerajaan Pakuan Pajajaran selalu disuarakan para budayawan, akademisi maupun para pemangku kepentingan di wilayah Bogor Raya.
Pada 2013 saat digelar Padungdengan Budaya Sunda, tuntuan pembangunan museum Pajajaran sudah ramai. Beberapa tahun terakhir, tuntutan tersebut semakin menguat. Dalam beberapa bulan terakhir, sejak digelarnya Napak Tilas Prabu Siliwangi pada 7 Mei 2017, lagi-lagi tuntutan ini mengemuka.
“Aspirasi ini perlu diperhatikan bupati dan wali kota Bogor. Bila tidak ada museum budaya, generasi muda akan semakin kehilangan identitas dan karakter, karena sangat mudah terbawa oleh arus imprealisme budaya asing,” bebernya.
Dia mengungkapkan, museum budaya memiliki nilai strategis. Selain untuk melesarikan warisan peninggalan Kerajaan Pajajaran juga untuk mengedukasi generasi muda maupun para pendatang dari luar daerah yang bermukim di Bogor tentang sejarah dan budaya lokal.
Daerah-daerah yang memegang peran penting pada masa kerajaan sebagian besar memiliki museum. Hanya Bogor yang tidak memiliki museum budaya.
Kehadiran museum penting untuk melestarikan berbagai warisan sejarah peninggalan Prabu Siliwangi dan raja-raja Sunda yang bertahta di Bogor baik sebelum maupun sesudahnya. Kerajaan Pajajaran sangat dikenal hingga Eropa, namun bicara museumnya belum punya.
“Sudah sewajarnya bila Pemda Kabupaten dan Kota Bogor membangun sinergi dan kolaborasi guna mewujudkan museum yang telah lama dicita-citakan oleh warga Bogor. Kota dan Kabupaten Bogor secara adminisrasi memiliki dua pemda yang otonom, namun secara sejarah, budaya dan emosional tidak bisa dipisahkan,” demikian Bambang Somantri. (*)